Kisah Bakti Seorang Anak Kepada Ibunya Yang Memiliki Keterbelakangan Mental
Oleh : Syekh Mamduh Farhan Al Buhairy
Salah saeorang dokter bercerita tentang kisah sangat menyentuh yang pernah dialaminya ...
Hingga aku tidak dapat menahan diri saat mendengarnya ...
Akupun menangis karena tersentuh kisah tersebut ....
Dokter itu mulai cerita dengan mengatakan :
"Suatu hari, masuklah seorang wanita lanjut usia ke ruang praktek saya di sebuah rumah sakit. Wanita ini ditemani seorang pemuda yang usianya sekitar 30 tahun. Saya perhatikan pemuda itu memberikan perhatian yang lebih kepada wanita tersebut dengan memegang tangannya memperbaiki pakaiannya , dan memberikan makanan serta minuman padanya....
Setelah saya menanyainya seputar masalah kesehatan dan memintanya untuk diperiksa, saya bertanya pada pemuda itu tentang kondisi akalnya, karena saya dapati bahwa perilaku dan jawaban wanita tersebut tidak sesuai dengan pertanyaan yang saya ajukan.
Pemuda itu menjawab : " Dia ibuku dan memiliki keterbelakangan mental sejak aku lahir"
Keingintahuanku mendorongku untuk bertanya lagi : "Siapa yang merawatnya ?"
Ia menjawab :"Aku"
Saya bertanya lagi : "Lalu siapa yang memandikan dan mencuci pakaiannya?"
Pemuda itu menjawab : "Aku suruh ia masuk kamar mandi dan membawakan baju untuknya serta menantinya hingga ia selesai. Aku yang melipat dan menyusun bajunya di lemari. Aku masukkan pakaiannya yang kotor ke dalam mesin cuci dan membelikannya pakaian yang dibutuhkannya"
Saya bertanya : "Mengapa engkau tidak mencarikan pembantu untukknya ?"
Ia menjawab " Karena ibuku tidak bisa melakukan apa-apa dan seperti anak kecil, aku khawatir pembantu tidak memperhatikannya dengan baik dan tidak dapat memahaminya sementara aku sangat paham dengan ibuku "
Aku terperangah dengan jawabannya dengan baktinya yang begitu besar. Akupun bertanya : "Apakah engkau sudah beristri?"
Ia menjawab :"Alhamdulillah aku sudah beristri dan punya beberapa anak". Aku berkomentar : "kalau begitu berarti istrimu juga ikut merawat ibumu?"
Ia menjawab : " Istriku membantu semampunya, dia yang memasak dan menyuguhkannya kepada ibuku. Aku telah mendatangkan pembantu untuk istriku agar dapat membantu pekerjaannya . Akan tetapi aku berusaha selalu untuk makan bersama ibuku supaya dapat mengontrol kadar gulanya"
Aku tanya : "Memangnya ibumu juga terkena penyakit gula?"
Ia menjawab :"Ya, (tapi tetap saja) Alhamdulillah atas segalaNya"
Aku semakin takjub dengan pemuda ini dan aku berusaha menahan air mataku ....
Aku mencuri pandang pada kuku tangan wanita itu, dan aku dapati kukunya pendek dan bersih.
Aku bertanya lagi :" Siapa yang memotong kuku-kukunya?"
Ia menjawab :"Aku, Dokter, ibuku tidak dapat melakukan apa-apa"
Tiba-tiba sang ibu memandang putranya dan bertanya seperti anak kecil : "Kapan engkau akan membelikan untukku kentang?"
Ia menjawab :"Tenanglah ibu sekarang kita akan pergi ke kedai"
Ibuny meloncat-loncat karena kegirangan dan berkata :"Sekarang-sekarang !"
Pemuda itu menoleh kepadaku dan berkata : "Demi Allah kebahagiaanku melihat ibuku gembira lebih besar dari kebahagiaanku melihat anak-anakku gembira ...
Aku sangat tersentuh dengan kata-katanya ... dan akupun pura-pura melihat ke lembaran data ibunya.
Lalu aku bertanya lagi :"Apakah anda punya saudara?"
Ia menjawab :"Aku putra semata wayang, karena ayahku menceraikan ibuku sebulan setelah pernikahan mereka"
Aku bertanya :" Jadi anda dirawat ayah?"
Ia menjawab :" Tidak, tapi nenek yang merawatku dan ibuku. Nenek telah meninggal- semoga Allah SWT merahmatinya- saat aku berusia 10 tahun"
Aku bertanya :"Apakah ibumu merawatmu saat anda sakit, atau ingatkah anda bahwa ibu pernah memperhatikan anda? Atau dia ikut bahagia atas kebahagiaan anda atau sedih karena kesedihan anda.
Ia menjawab : "Dokter..sejak aku lahir ibuku tidak mengerti apa-apa...kasihan dia...dan aku sudah merawatnya sejak usiaku 10 tahun".
Akupun menuliskan resep serta menjelaskannya...
Ia memegang tangan ibunya dan berkata : "Setelah ini nanti kita ke kedai.."
Ibunya menjawab : "Tidak, aku sekarang mau ke Mekkah saja!"
Aku heran mendengar ucapan ibu tersebut ... .Maka aku bertanya padanya : "Mengapa ibu ingin pergi ke Mekkah?"
Ibu itu menjawab dengan girang : "Agar aku bisa naik pesawat!"
Akupun bertanya pada putranya : "Apakah anda akan benar-benar membawanya ke Mekkah?"
Ia menjawab :"Tentu ...aku akan mengusahakan berangkat ke sana akhir pekan ini"
Aku katakan pada pemuda itu :"Tidak ada kewajiban umrah bagi ibu anda, lalu mengapa anda y ke membawanya ke Mekkah?"
Ia menjawab :"Mungkin saja kebahagiaan yang ia rasakan saat aku membawanya ke Mekkah akan membuat pahalaku lebih besar daripada aku pergi umrah tanpa membawanya"
Lalu pemuda itu dan ibunya itu meninggalkan tempat praktekku.
Akupun segera meminta pada perawat agar keluar dari ruanganku dengan alasan aku ingin istirahat..
Padahal sebenarnya aku tidak tahan lagi menahan tangis haru ...
Akupun menangis sejadi-jadinya menumpahkan seluruh yang ada dalam hatiku ...
Aku berkata dalam diriku :"Begitu berbaktinya pemuda itu padahal ibunya tidak pernah menjadi ibu sepenuhnya... Ia hanya mengandung dan melahirkan pemuda itu ...
Ibunya tidak pernah merawatnya...
Tidak pernah mendekap dan membelainya dengan penuh kasih sayang...
Tidak pernah mendekap dan membelainya dengan penuh rasa cinta...
Tidak pernah menyuapinya ketika masih kecil ...
Tidak pernah begadang malam untuk menimang anaknya...
Tidak pernah mengajarinya...
Tidak pernah sedih karenanya ...
Tidak pernah menangis untuknya ....
Tidak pernah tertawa melihat kelucuannya ...
Tidak pernah terganggu tidurnya disebabkan khawatir pada putranya ...
Tidak pernah...dan tidak pernah ....!
Walaupun demikian ...pemuda itu berbakti sepenuhnya pada sang ibu"
Apakah kita akan berbakti pada ibu-ibu kita yang kondisinya sehat ....
seperti baktinya pemuda itu pada ibunya yang memiliki keterbelakangan mental ????
Semoga kisah ini bisa menjadi inspirasi kita dan bermanfaat ...Aamiin Ya Robbal 'Alamiin..